Oleh : Syafiq Naqsyabandi
Pada tahun 1947, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta (sekarang UII) bernama Lafran Pane bersama empat belas mahasiswa STI lainnya mendirikan sebuah organisasi bernama Himpunan Mahasiswa Islam. Pada waktu itu HMI merupakan organisasi mahasiswa berskala nasional pertama di Indonesia. Tahun tersebut merupakan periode dimana bangsa Indonesia sedang mengalami ujian kedaulatan dan keutuhan negara. Belanda sedang berusaha merebut kembali wilayah yang pernah dijajahnya dengan agresi militernya.
Sementara itu, dunia kemahasiswaan di Indonesia baru saja tumbuh kembali. Tercatat hanya ada tiga perguruan tinggi, yaitu Universitas Indonesia, Balai Pendidikan Tinggi Gadjah Mada dan Sekolah Tinggi Islam. STI merupakan yang paling muda diantara ketiganya. Berbeda dengan UI dan BPT GAMA yang pendiriannya meneruskan aset-aset pendidikan tinggi jaman Belanda dengan bantuan pemerintah baik pusat maupun keraton Yogyakarta. STI didirikan secara swadaya oleh tokoh-tokoh pemimpin muslim waktu itu, dengan ketua panitia pendiriannya adalah Mohammad Hatta.
Seiring dengan tumbuhnya dunia kemahasiswaan, pada masa itu pula dunia organisasi mahasiswa baru saja hidup kembali. Mengingat semasa penjajahan jepang semua organisasi pemuda dan organisasi pelajar mengalami tekanan hebat dan tidak sedikit yang dibubarkan. Termasuk dua organisasi pemuda pelajar yang berbasis islam yaitu Jong Islamieten Bond (JIB – tokohnya Mohammad Roem) dan Student Islamic Studieclub (SIS).
Sebelum didirikannya HMI sudah ada dua organisasi mahasiswa yaitu Persekutuan Mahasiswa Yogyakarta dan Serikat Mahasiswa Indonesia di Surakarta. Kedua organisasi tersebut berhaluan Sosialis-Marxis, aliran filsafat yang diajarkan oleh filusuf jerman bernama Karl Marx. Aliran ini identik dengan faham komunisme.
Kedua organisasi tersebut membuat suasana dunia kemahasiswaan waktu itu jauh dari sentuhan agama, kondisi ini ditambah dengan kenyataan bahwa mereka yang menjadi mahasiswa mayoritas adalah lulusan pendidikan formal jaman Belanda. Hanya sedikit mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan madrasah atau pendidikan islam sejenis, itupun hanya ada di STI saja.
Jika kondisinya seperti ini, maka bisa dibayangkan pada masa selanjutnya, para intelektual pemimpin bangsa adalah orang-orang yang jauh dari akar budaya bangsa – Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, Lafran Pane berpendapat sudah waktunya di Indonesia ada organisasi mahasiswa yang berbasis islam. Mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa haruslah dekat dengan agamanya. Mahasiswa sebagai calon-calon intelektual haruslah turut memikirkan agamanya yang mulai mengalami pergeseran dan kemunduran di berbagai sisi.
Pendirian HMI dengan gagasannya yang jauh ke depan ini disambut baik oleh para bapak bangsa. Sehingga dalam kongres pertama HMI pada tahun 1947 di Yogyakarta, Panglima Besar Jenderal Soedirman menyatakan bahwa “HMI kini bukan hanya Himpunan Mahasiswa Islam, tetapi juga Harapan Masyarakat Indonesia”.
Sejak lahir, HMI ingin menjadi milik semua mahasiswa Indonesia. Demi menghapus stigma yang muncul pada pendirian HMI bahwa HMI itu milik mahasiswa STI saja, Lafran Pane langsung menyerahkan jabatan Ketua Umum Pengurus Besar kepada mahasiswa UGM bernama M.S. Mintaredja. Selain itu, Lafran Pane juga berfikiran bahwa bangsa yang maju pasti mempunyai perguruan tinggi di seluruh wilayahnya. Sehingga HMI yang bersifat nasional akan mampu menjangkau seluruh penjuru negeri.
Website resmi dirjen dikti (direktorat jenderal pendidikan tinggi) menunjukkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2010 lebih dari 3.000 perguruan tinggi. Data yang tercatat dalam kongres HMI ke 27 pada tahun 2010 di Depok menyatakan bahwa jumlah cabang HMI (setingkat kabupaten/kota) di Indonesia mencapai 197 cabang dari sabang sampai merauke, dengan jumlah anggota aktif sebanyak 399.000 mahasiswa se-Indonesia. Secara kasar bisa diperhitungkan bahwa setiap tahunnya ada 80.000 mahasiswa masuk menjadi anggota HMI dan setiap tahunnya ada 80.000 anggota HMI yang menjadi alumni. Bukan hendak menyombongkan diri jika akhirnya HMI menyatakan dirinya sebagai organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia.
HMI cabang Purwokerto
Ketika Universitas Jenderal Soedirman didirikan pada periode 1960-an, ketika itu pula ada HMI di Unsoed. Namun data-data rinci mengenai keberadaan HMI pada masa-masa awal ini tidak banyak yang mengetahui, mengingat HMI cabang Purwokerto sendiri mengalami “mati suri” (kevakuman organisasi) pada tahun 1985 – 1990. Kejadian itu bermula ketika Pemerintah Orde Baru mewajibkan semua organisasi di Indonesia menggunakan asas pancasila. Konsekuensi bagi organisasi yang menolak adalah dibubarkan.
Kebijakan tersebut mengakibatkan gejolak yang besar pada organisasi-organisasi islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Tak terkecuali pada HMI, perdebatan panjang yang melelahkan pada kongres HMI ke 16 di Padang tak hanya menghasilkan keputusan penerimaan asas pancasila. Tetapi juga menumbalkan 8 cabang yang masih ngotot menggunakan asas islam, termasuk diantaranya HMI cabang Purwokerto.
Setelah mengalami masa “mati suri” yang cukup lama, Pengurus Badan Koordinasi HMI Jateng – D.I.Y merasa perlu untuk menghidupkan kembali HMI cabang Purwokerto. Melalui proses perkaderan yang sudah diatur dalam AD/ART, lahirlah kembali HMI cabang Purwokerto pada awal 1990-an. Pada saat itu HMI cabang Purwokerto terdiri dari empat komisariat (basis HMI di tingkatan kampus), Yaitu HMI komisariat Lafran Pane di Universitas Wijaya Kusuma, HMI komisariat Agussalim di STAIN Purwokerto, HMI komisariat Sultan Agung dan komisariat Fisipol di Universitas Jenderal Soedirman, dan HMI komisariat Bahari di Akademi Maritim Nusantara Cilacap.
Seiring berjalannya waktu, HMI cabang Purwokerto semakin berkembang. Perkembangan ini dilihat dari bertambahnya basis HMI (komisariat) di kampus-kampus. Tercatat selanjutnya lahirlah HMI komisariat Buya Hamka yang berubah nama menjadi HMI komisariat Hukum Unsoed pada tahun 2010. Selanjutnya HMI komisariat Fisipol Unsoed berubah nama menjadi HMI komisariat Diponegoro Fisipol Unsoed pada tahun 2011. Selanjutnya terbentuk HMI komisariat Ibnu Sina pada masa kepemimpinan Rahmat Hidayat (sekarang dosen sosiologi FISIP UNJ) sebagai Ketua Umum HMI cabang Purwokerto. Setelah itu terbentuk HMI komisariat Dakwah dan HMI komisariat Syari’ah di STAIN Purwokerto pada masa kepemimpinan Yusak Farhan (sekarang staff ahli di DPR-RI) sebagai Ketua Umum HMI cabang Purwokerto.
Menurut konstitusi (AD/ART) HMI, idealnya struktur komisariat berada setingkat fakultas dalam satu universitas atau jurusan dalam satu sekolah tinggi. HMI komisariat Ibnu Sina pada awalnya dibentuk untuk menampung kader-kader HMI yang belum mempunyai wadah komisariat di fakultasnya. Sehingga komisariat Ibnu Sina menampung kader HMI dari berbagai kampus meliputi jurusan Kesehatan Masyarakat Unsoed, PS.Perikanan dan Kelautan (sekarang JPK) Unsoed, PS.Sastra Inggris (termasuk D3 bhs Inggris) Unsoed, Fakultas Pertanian Unsoed, PS.MIPA Unsoed, PS. Teknik Elektro Unsoed, Fakultas Biologi Unsoed, Fakultas Peternakan Unsoed, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Amikom Purwokerto, STT Satria Purwokerto, dan Bina Sarana Informatika Purwokerto.
Seiring bertambahnya kader HMI dan seiring berjalannya kebijakan merger fakultas di Unsoed yang menghasilkan FKIK (kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, farmasi, kesmas), FISIPBUD (masuknya semua jurusan sastra ke FISIP), Fakultas Sains dan Teknik (Jurusan MIPA, JPK, Jurusan Teknik). Pada masa kepemimpinan Agus Setiyanto (kader HMI komisariat Ibnu Sina) sebagai Ketua Umum HMI cabang Purwokerto periode 2009-2010, dibentuklah HMI komisariat Ahmad Dahlan di UMP dan HMI komisariat Biosains Unsoed di Fakultas Biologi dan Fakultas Sains dan Teknik Unsoed.
HMI Biosains Unsoed
Semenjak dihidupkannya kembali HMI cabang Purwokerto pada awal periode 1990-an, tidak banyak mahasiswa Unsoed yang berasal dari kampus eksakta, bergabung dengan HMI. Kultur akademik yang jauh berbeda membuat HMI sulit beradaptasi di kampus-kampus eksakta. Sehingga basis komisariat di Unsoed terpusat di kampus sosial seperti Fakultas Ekonomi (kom. Sultan Agung), Fakultas Hukum (kom. Buya Hamka), FISIP (kom. FISIPOL). Komisariat Ibnu Sina yang menampung kader-kader dari kampus eksakta baru terbentuk pada awal tahun 2000-an.
Pada tahun 2005 barulah tercatat pertama kali mahasiswa dari Fakultas Biologi ada yang menjadi anggota HMI. Kemudian pada tahun 2007 tercatat pertama kali mahasiswa dari PS.MIPA ada yang menjadi anggota HMI. Disusul pada tahun 2008 ada mahasiswa PS.Teknik bergabung menjadi anggota HMI. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pula mahasiswa dari ketiga kampus tersebut bergabung menjadi anggota HMI. Sehingga setelah memenuhi syarat-syarat pembentukan komisariat, maka dibentuklah HMI komisariat persiapan dengan wilayah basis meliputi Fakultas Biologi dan Fakultas Sains dan Teknik Unsoed.
Nama “Biosains” sendiri disahkan dalam Rapat Anggota Komisariat (RAK) pertama pada bulan April 2010, nama tersebut diusulkan oleh Luqman Wibowo dan disepakati oleh peserta RAK. Dalam RAK I tersebut juga terpilih Didi Kurniawan sebagai Ketua Umum HMI komisariat Biosains Unsoed periode 2010-2011. Selama setahun kepengurusan, HMI komisariat Biosains berhasil menyelenggarakan Latihan Kader I (basic training) sebanyak dua kali. Kegiatan lain yang juga dilakukan diantaranya seperti peringatan Hari Lingkungan Hidup dan diskusi mengenai isu-isu aktual. Pada periode ini anggota HMI komisariat Biosains mencapai 47 orang.
Pada bulan Mei tahun 2011 diselenggarakan RAK kedua HMI komisariat Biosains di Sumampir Purwokerto. Terpilihlah Alfiyah Lilik Muzdalifah sebagai Ketua Umum HMI komisariat Biosains Unsoed periode 2011-2012. Kegiatan yang sudah dilakukan antara lain Latihan Kader I (basic training) dan diskusi rutin tiap malam rabu. Pada bulan Maret tahun 2013 diselenggarakan RAK ketiga HMI komisariat Biosains di Bojongsari, Kembaran. Terpilihlah Nurhadi Eko Firmansyah sebagai Ketua Umum HMI komisariat Biosains Unsoed periode 2013-2014. Kegiatan yang sudah dilakukan antara lain Latihan Kader I (basic training) dan diskusi rutin tiap malam rabu. Dan sampai saat masih berjuang….
Penutup
HMI merupakan organisasi mahasiswa islam yang independent. HMI menggunakan jenjang perkaderan yang sangat sistematis dalam mendidik mahasiswa supaya memenuhi kualitas insan cita. Pengkaderan HMI diakui oleh CIA (Intelijen Amerika) pada tahun 1960-an sebagai pendidikan terbaik ketiga di Indonesia setelah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Partai Komunis Indonesia. Sementara penelitian pada tahun 1998 mengakui pengkaderan HMI sebagai pendidikan terbaik setelah TNI. Seperti apakah jenjang pengkaderan HMI? Seperti apakah kualitas insan cita yang dibentuk HMI? Temukan jawabannya dalam Latihan Kader I.
Penulis adalah
Mahasiswa Fakultas Biologi Unsoed angkatan 2007
Pengurus HMI komisariat Ibnu Sina periode 2008-2009
Pengurus HMI cabang Purwokerto periode 2009-2010
Instruktur NDP di BPL HMI Cabang Purwokerto 2010-sekarang
Kini tercatat sebagai anggota biasa di HMI Biosains Unsoed
Tinggalkan komentar